Pemerintah Pusat dan Daerah Harus Selaras dalam Rencana Aksi Pengembangan Destinasi Wisata

JAKARTA (LOMBOKEXPRESS.ID)- Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah III Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, TB. Chaerul Dwi Sapta, menyatakan bahwa sektor pariwisata menjadi penyumbang pendapatan terbesar ketiga bagi negara setelah kelapa sawit dan migas.

Pernyataan ini disampaikan Chaerul saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) penyusunan dan penerapan Rencana Aksi Destinasi Pariwisata yang diadakan beberapa waktu lalu di Sentral Cawang Hotel, Jakarta.

Chaerul menegaskan bahwa industri pariwisata merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi, baik secara nasional maupun global. “Banyak negara terus mengembangkan destinasi dan atraksi wisata baru untuk menarik wisatawan, baik domestik maupun mancanegara,” ujarnya dalam rilis yang diterima pada Sabtu (28/9).

Mengutip data dari Wp Travel, Indonesia menempati peringkat ke-27 dari 50 negara yang paling banyak dikunjungi wisatawan dunia. Sementara itu, 10 negara teratas adalah Prancis, Spanyol, Amerika Serikat, Tiongkok, Italia, Turki, Meksiko, Thailand, Jerman, dan Inggris.

Chaerul menyebut bahwa untuk menghadapi tantangan pengembangan pariwisata, diperlukan perencanaan dan pengembangan yang strategis, sistematis, dan terpadu. Hal ini harus mencakup seluruh aspek, mulai dari industri pariwisata, destinasi, pemasaran, hingga kelembagaan.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menegaskan bahwa pembangunan pariwisata harus berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (Ripparnas), yang diikuti oleh rencana induk pembangunan kepariwisataan di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.

Chaerul mengungkapkan bahwa terdapat variasi dalam penyusunan Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (Ripparda), baik dari segi struktur maupun substansi. Hal ini menyebabkan kesulitan bagi pemerintah pusat dalam mengevaluasi dan membandingkan implementasi serta perkembangan sektor pariwisata antar daerah.

Melalui Rakor ini, Chaerul berharap tercipta persepsi yang sama dalam penerapan rencana aksi pengembangan destinasi wisata daerah. Proses revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 juga sedang berlangsung untuk menyesuaikan kebijakan dengan kebutuhan terbaru sektor pariwisata.

Baca Juga:  Peserta STQN NTB, 50 Persen Masuk Nominasi

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah mengembangkan Indeks Pembangunan Kepariwisataan Nasional (IPKN) yang didasarkan pada Travel and Tourism Development Index (TTDI) dari World Economic Forum (WEF). IPKN ini disesuaikan dengan kondisi di Indonesia melalui beberapa indikator dari data sekunder.

Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri akan terus mengawasi penerapan kebijakan dalam pembangunan kepariwisataan sesuai dengan tugas dan fungsi pemerintah daerah, termasuk memastikan sinergi antara perencanaan daerah dengan target nasional.

Di akhir sambutannya, Chaerul menegaskan pentingnya pemahaman yang sama antara pemerintah pusat dan daerah untuk menyelaraskan kebijakan dan program dalam rencana aksi destinasi wisata di seluruh Indonesia. (rls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *